Puasaku, Menyelamatkan Kehidupan

Syahdan, seorang guru sufi pernah berwasiat bahwa sebuah bangsa yang tidak memiliki tradisi berpuasa akan punah. Sebaliknya suatu kaum yang mampu berpuasa akan dikaruniai kodrat Tuhan: mencipta, memelihara, melindungi, dan mengembangkan.

Puasa memang seharusnya dimaknai sebagai dua sisi tugas. Sisi pertama adalah apa yang sudah menjadi pemahaman umum selama ini, yakni mengendalikan diri. Berpuasa bermakna mengendalikan diri dalam mengeksploitasi sumberdaya. Namun tidak makan, tidak minum, tidak bergunjing, tidak bersetubuh, barulah sekedar latihan. Berpuasa adalah pengendalian diri yang lebih besar dari itu. Berpuasa adalah mengendalikan diri dari segala hal yang bersifat ekploitatif.

Tapi itu tidak cukup, ternyata. Puasa juga memiliki tugas kedua, yakni memberi sebanyak mungkin yang kita bisa. Kata Nabi, bersedekahlah pada saat engkau berpuasa. Pada saat kita lapar, kita justru dipaksa memberi makan kepada orang lain. Pada saat kita mengendalikan diri untuk tidak mengeksploitasi, kita justru dipaksa untuk menyantuni. Dengan kata lain, berpuasa bermakna juga memaksa diri kita untuk memberi. Memberi memiliki kadar bertingkat-tingkat. Memberi pada tingkat yang lebih rendah adalah memberi dengan apa yang kita miliki: harta benda, kesempatan. Memberikan harta benda tanpa pretensi disebut sebagai ikhlas. Tapi pemberian yang lebih tinggi tingkatnya adalah memberikan "diri" kita sendiri. Contohnya seorang ibu pada anaknya. Bukan hanya harta benda yang diberikan sang ibu pada anaknya, tapi juga dedikasi sepanjang umur, bahkan bila perlu nyawanya dikorbankan demi sang anak. Itulah cinta tanpa pamrih. Mencintai dengan "segenap diri", bukan hanya dengan apa yang dimiliki. Bila seseorang telah mampu memberikan dirinya, maka dia disebut ridlo. Maka tepatlah ungkapan bahwa yang dicari orang beriman adalah ridlo Tuhan, bukan ikhlasnya Tuhan.

Jadi, puasa adalah mekanisme kerja Tuhan bukan? Mengambil atau meminta sesedikit mungkin, tapi pada saat yang sama memberi sebanyak-banyaknya. Tuhan menjadi tidak bergantung pada yang lain karena Dia tidak membutuhkan apa-apa dari yang lain. Tetapi Dia menjadi tempat bergantung karena Dia memberikan segala sesuatu kepada yang lain. Itulah kodrat Tuhan, dan bila kita mampu mengeksplotasi sesedikit mungkin tetapi pada saat yang sama memberikan sebanyak mungkin maka kita Insya Allah akan diberkahi kodrat Tuhan: mencipta, memlihara, melindungi, dan mengembangkan. Menyelamatkan kehidupan dari kepunahan. Pertanyaannya adalah, lebih kepada diri saya sendiri: sudahkah kita berpuasa?

Taken From : siawares@yahoogroups.com